Revitalisasi Bahasa Daerah di Desa Sepa

PBSI, STKIP Gotong Royong – Bahasa Sepa adalah salah satu bahasa yang berada di Kecamatan Amahai Kabupaten Maluku Tengah. Jumlah penduduk di desa Sepa ialah sebanyak 13.000 jiwa (jumlah ini sudah termasuk suku Nuaulu yang masuk dalam petuanan desa Sepa), sementara penutur natif Bahasa Sepa diperkirakan mencapai 7.000 jiwa (termasuk penutur natif bahasa Sepa yang berada di desa Administratif Yainuelo). Salah satu ciri bahasa Sepa ialah bahasa ini merupakan bahasa vokalis dikarenakan pada pembendaharan kata/ataupun tuturan bahasa Sepa, katanya selalu berakhir dengan vokal selain kata-kata penguatan, kata-katanya senantiasa bersuku hidup.

Perubahan dan asimilasi bahasa yang dinyatakan Bellwood (1995) secara umum dalam cabang bahasa Malayo-Polinesia terefleksi dalam diversitas bahasa di Maluku. Memang dari segi ilmu linguistik, keberagaman bahasa daerah di Maluku luar biasa. Hal ini sudah lama diketahui. Malah, sudah sejak kurun ke-16 (Galvão 1544 dalam Jacobs 1971) ditegaskani bahwa di Maluku memang terdapat banyak bahasa. Dalam surat yang tertanggal 10 Mei 1546 yang ditulis oleh Fransiskus Xaverius di Pulau Ambon ini (Sá 1954:499) Setiap pulau ini memilki bahasa sendiri, malah di sebuah pulau hampir setiap kampung memiliki bahasa yang berbeda dengan yang lain.
Tentu saja pergolakan sosial yang diakibatkan strategi penjajah, termasuk perang, eksekusi mati massal, perpindahan paksa, genosida, perampasan tanah, hongi, pembudakan petani dan taktik kejam yang lainnya, telah berdampak pada daya tahan bahasa daerah. Kita semua sudah mafhum bahwa banyak bahasa daerah di Maluku sudah punah tanpa jejak. Sesungguhnya, di seberang Teluk Ambon ini saja, bahasa yang dipuji oleh Rumphius (1701), yaitu bahasa leluhur pahlawan nasional J. Pais, sudah ratusan tahun hilang (Collins 2003). Bahasa Hatiwe pernah mewarnai masyarakat dan kota Ambon; namun sekarang bahasa Hatiwe bukan saja tidak dituturkan lagi, tapi juga tidak diketahui apapun tentang struktur dan kosakatanya. Hilang begitu saja.
Setelah melakukan penelitian tentang keutuhan bahasa adat dari setiap Negeri adat yang ada di seluruh Indonesia, Toyota Foundation (FP) menemukan satu Negeri di Provinsi Maluku tepatnya di Kabupaten Maluku Tengah, Kecamatan Amahai, yakni Negeri Sepa, tatanan bahasa adatnya semakin terkikis hingga terancam punah.
Hal ini diketahui Melalui beberapa catatan yang dimiliki lewat tim survei yang dibentuk konsultan Yayasan Toyota Foundation ini. Dimana, keutuhan akan bahasa lokal negeri tersebut hampir pupus dari permukaan.
Program dari salah satu yayasan Internasional asal Jepang ini, difokuskan tentang Sosialisasi Kemasyarakatan, salah satunya dibidang pelestarian bahasa lokal (adat) negeri atau kampung (pedesaan) di beberapa negara.

Saat ini program difokuskan di dua negara yakni Malaysia dan Indonesia. Di Indonesia sendiri Yayasan Toyota Pondation menemukan dua Kampung atau Negeri yang bahasa adatnya terancam punah. Dua negeri atau desa adat itu yakni, Desa Pagal, di Kalimantan Barat, dan Negeri Sepa di Provinsi Maluku. Di Maluku, berdasarkan hasil survei lembaga tersebut, Negeri Sepa yang berada tepat di bagian Selatan pulau seram itu, bahasanya semakin terkikis seiring perkembangan zaman.
Kalangan muda khususnya usia 30 tahun ke-bawah, penguasaan dan penggunaan bahasa adatnya kurang lebih 60 sudah mulai hilang perlahan. Karenanya, yayasan ternama asal Jepang ini menggandeng Sekolah Tinggi Keguruan dan Ilmu Pendidikan (STKIP) Gotong Royong Masohi, Kabupaten setempat, guna melakukan survei langsung dengan menggunakan mahasiswa-mahasiswa lokal asal Negeri dimaksud. Tujuannya, agar pengaruh dari proyek tersebut bisa berdampak langsung terhadap generasi muda negeri itu.
Ketua Lembaga Peniliti Utama ATMA-UKM Malaysia, Chong Shin, yang bekerja sama langsung dengan Yayasan Toyota ini mengatakan, proyek tersebut, adalah salah satu dari sekian banyak program yayasan asal Negeri Sakura itu, proyek ini dinamakan kegiatan sosial kemasyarakatan, yang difokuskan kepada pelestarian bahasa lokal sebuah negeri adat yang dinilai terancam punah.
Toyota Foundation lanjut dia, berkeinginan dalam proyek tersebut para peneliti melibatkan generasi muda negeri setempat untuk menghidupkan kembali bahasa adat negerinya yang semakin terkikis itu. “Sebab kita lihat di zaman sekarang khan anak-anak muda semua gunakan bahasa indonesia tapi bahasa lokal ini yang hampir hilang. Harapan kami agar semua masyarakat terlibat dalam usaha ini lah,”terang Chong Shin yang juga seorang Dosen bahasa, pada Universitas Kebangsaan Malaysia dan Institut Alam Smenanjung Melayu, Malaysia ini.
Menanggapi persoalan ini, Kepala Kantor Bahasa Maluku, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi Maluku, Arif mengaku bangga sekaligus bersyukur dengan kehadiran yayasan Toyota di Indonesia, terlebih di Maluku saat ini, untuk melakukan kegiatan yang bersentuhan langsung dengan bidang bahasa yang dimotorinya saat ini.
Kata dia, hal ini akan sangat membantu Kantor Bahasa Maluku untuk memajukan budaya daerah terlebih bahasa, sebab bahasa menurutnya merupakan satu dari sekian identitas negeri-negeri adat di bumi raja-raja ini. Pihaknya meminta Pemerintah Derah (PEMDA) melalui Gubernur dan seluruh Kepala Daerah di masing-masing Kabupaten/Kota memberikan perhatian juga terhadap bahsa-bahasa lokal yang ada di masing-masing daerah.
Tak hanya Pemda, Juga oleh pemerintah negeri seharusnya bekerjasama dengan semua pihak agar bahasa-bahasa daerah yang begitu diagungkan itu supaya menjadi lestari di negerinya. “Program ini sangat bagus dan saya kira perlu dilanjutkan oleh siapapun terutama oleh Pemda,”ujar Arif.
Katanya, saat ini Kantor Bahasa Malaku mencatat, bukan saja di negeri Sepa, namun untuk Maluku secara keseluruhan diketahui melalui hasil penelitian Kementerian Pendidikan Dan Kebudayaan berhasil memetakan sebanyak 49 bahasa daerah di beberapa pulau di Maluku terancam punah. Pulau-pulau itu diantaranya, pulau seram, pulau buru, pulau ambon pulau haruku dan sebagian negeri lagi di pulau saparua. Dimana, kondisinya terancam punah. “Fokus kami dipusatkan pada kawasan yang disebut sebagai Maluku Tengah. Karena ada banyak bahasa daerah yang terancam puna. Mengapa harus kita lindungi? Karena ketika sekali mati, sangat sulit instrumen untuk menggidupkan kembali bahasa yang sudah mati,”terang Arif.

Sementara itu, Ketua STKIP Gotong Royong Masohi, Kalasum Selehulano menambahkan, dalam kegiatan ini pihaknya sangat berterima kasih kepada Yayasan Toyota. Pasalnya, selain dengan melibatkan langsung para mahasiswanya untuk terjun praktek lapangan, pihaknya juga berkesempatan melakukan MoU dengan pihak Yayasan ternama Jepang ini.
Karena dengan melihat adanya kemunduran tatanan bahas lokal di daerah itu, semakin membahayakan keberadaan ragam adat istiadat di sejumlah negeri adat di wilayah pulau ibu itu. Momentum ini tambah dia, sangat membantu pihaknya dalam upaya-upaya koordinasi antara lembaga pendidikan dan pemerintah daerah yang saat ini tengah dibangun.
Sebelumnya, diinformasikan bahwa sudah ada upaya koordinasi antara Kantor Bahasa Maluku dengan Kementerian Pendidikan Dan Kebudayaan setempat. Guna membentuk sebuah produk hukum daerah, tentang wajib adanya proses belajar mengajar bahasa lokal di seluruh lembaga pendidikan di wilayah Malteng. “Kerjasa sama dengan Kantor Bahasa Maluku dan Kabupaten Maluku Tengah, karena tadi saya sudah bincang-bincang dengan beliau. Beliau akan melakukan satu sesion mengunjungi STKIP Gotong Royong Masohi untuk melanjutkan program ini”.

Anda mungkin juga menyukai ini